Cerpen ; Jejak Bantuan dari Negeri Sakura

SEKAPUR SIRIH

Dengan penuh rasa syukur dan kebahagiaan, saya menyusun buku cerita pendek ini, “Jejak Bantuan dari Negeri Sakura”, sebagai rekaman perjalanan panjang sebuah inisiatif yang penuh perjuangan, harapan, dan kebersamaan. Buku ini bukan hanya sekadar kisah tentang proyek Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects (GGP) di Pulau Sumbawa, tetapi juga cerminan dari semangat gotong royong, dedikasi, serta kepercayaan antara dua bangsa—Indonesia dan Jepang.

Sebagai seseorang yang terlibat langsung dalam perjalanan ini, saya, Mohammad Ungang, merasakan betapa setiap langkah dalam mewujudkan proyek ini adalah sebuah pengalaman yang berharga. Dari proses pengajuan proposal, presentasi di berbagai kementerian, hingga penandatanganan MoU di Kedutaan Besar Jepang, semuanya menghadirkan tantangan dan pelajaran yang tak ternilai.

Proyek ini, yang berfokus pada pengadaan fasilitas penggembalaan ternak sapi serta pelatihan bagi peternak di Sumbawa, dilaksanakan selama 12 bulan, dimulai pada 21 Februari 2012. Proyek ini menjadi bukti nyata bagaimana sebuah bantuan dapat mengubah kehidupan masyarakat, meningkatkan produktivitas peternak, serta membangun kemandirian ekonomi di daerah pedesaan.

Saya ingin menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia, JICA, pemerintah daerah, serta seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam keberhasilan proyek ini.

Melalui buku ini, saya berharap setiap pembaca dapat memahami bahwa sebuah perubahan besar selalu dimulai dari langkah-langkah kecil. Semoga kisah ini menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk terus berjuang dalam mewujudkan mimpi, membangun kolaborasi, dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan buku ini. Semoga kebermanfaatannya dapat dirasakan oleh banyak orang dan menjadi bagian dari sejarah pembangunan yang lebih baik.

Sumbawa, 21 Februari 2025
Mr. Mohammad Ungang


Tahun 2012, Kabupaten Sumbawa masih bertahan dalam denyut kehidupannya yang sederhana. Hamparan bukit hijau dan ladang jagung menghampar luas, seakan menjadi saksi bisu perjuangan masyarakatnya. Di desa-desa yang tersebar dari pesisir hingga pedalaman, suara anak-anak yang berlarian di jalanan tanah bercampur debu menjadi melodi keseharian. Namun, di balik keindahan alam yang menenangkan, tersimpan kenyataan yang menuntut perhatian lebih.

Sekolah-sekolah berdinding kayu dan beratapkan seng tua berdiri rapuh, menantang hujan dan angin yang sering datang tanpa permisi. Di beberapa desa, anak-anak masih harus menempuh perjalanan berkilometer jauhnya untuk bisa duduk di bangku sekolah. Buku-buku yang mereka gunakan sudah usang, beberapa bahkan hanya disambung dengan benang agar tak tercerai-berai.

Di bidang kesehatan, fasilitas masih jauh dari memadai. Puskesmas-puskesmas kecil dengan tenaga medis yang terbatas berjuang keras melayani masyarakat. Peralatan medis seadanya menjadi teman setia para perawat dan bidan desa yang dengan penuh dedikasi mengabdikan diri. Sering kali, seorang ibu yang hendak melahirkan harus menempuh perjalanan panjang ke pusat kota hanya demi mendapatkan perawatan yang lebih layak.

Di tengah semua itu, harapan tetap menyala di hati masyarakat. Gotong royong dan kebersamaan menjadi fondasi utama mereka bertahan. Namun, mereka tahu bahwa untuk membangun masa depan yang lebih baik, bantuan dan kerja sama dari pihak luar sangatlah dibutuhkan. Dan tanpa mereka sangka, secercah harapan itu datang dari negeri yang jauh, dari tangan-tangan yang peduli, membawa angin perubahan ke tanah Sumbawa.

Bantuan itu datang dari Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects (GGP) melalui kerja sama antara Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN) dan Kedutaan Besar Jepang. Sebuah langkah kecil yang diharapkan mampu mengubah nasib, membuka pintu masa depan, dan menjawab harapan yang selama ini mereka titipkan pada angin yang berhembus dari laut.

Perkenalan Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN) dan perannya dalam pembangunan masyarakat.

Di tengah perjuangan masyarakat Sumbawa untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak, berdirilah sebuah lembaga yang membawa harapan dan dedikasi—Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN). Didirikan dengan semangat kepedulian dan pengabdian, BOAN lahir bukan sekadar sebagai organisasi, melainkan sebagai jembatan antara harapan dan kenyataan, antara kebutuhan masyarakat dan kesempatan yang terbuka lebar.

Seperti sungai yang mengalir tanpa lelah, BOAN bergerak dari satu desa ke desa lainnya, menelusuri setiap sudut Sumbawa yang masih berjuang menghadapi keterbatasan. Di balik namanya tersimpan filosofi yang kuat—bina berarti membangun, olah berarti mengelola, dan alam menjadi rumah bagi kehidupan yang harus dijaga. Dengan prinsip itu, BOAN hadir untuk mengembangkan potensi daerah, memberdayakan masyarakat, serta memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terhadap pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan yang layak.

Dalam perjalanan panjangnya, BOAN tidak bekerja sendiri. Kemitraan dengan berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, maupun lembaga internasional, menjadi kunci utama dalam menjalankan misi sosialnya. Di setiap langkah, BOAN selalu percaya bahwa perubahan besar berawal dari aksi kecil yang dilakukan dengan tulus.

Melalui berbagai programnya, BOAN telah membangun sekolah-sekolah sederhana di desa terpencil, memberikan pelatihan bagi tenaga pendidik, serta mendampingi masyarakat dalam mengelola sumber daya alam dengan bijak. Dalam sektor kesehatan, BOAN ikut serta dalam penyediaan fasilitas medis yang lebih layak serta menggerakkan kampanye kesehatan bagi ibu dan anak.

Namun, BOAN bukan sekadar lembaga yang membangun fisik, tetapi juga yang menyalakan asa. Ia hadir sebagai teman bagi mereka yang terpinggirkan, sebagai cahaya bagi mereka yang masih berjuang dalam gelap. Dan ketika kerja sama dengan Kedutaan Besar Jepang melalui program Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects (GGP) terjalin, BOAN tahu bahwa ini bukan sekadar proyek, melainkan langkah nyata untuk mengubah kehidupan banyak orang.

Di bawah langit Sumbawa yang luas, BOAN terus berjalan, membawa misi kemanusiaan yang tak kenal lelah. Sebab bagi BOAN, pembangunan sejati bukan hanya tentang membangun gedung dan fasilitas, tetapi tentang membangun masa depan yang lebih baik bagi setiap jiwa yang tinggal di tanah ini.

Jembatan Asa dari Negeri Matahari Terbit

Seperti cahaya mentari yang terbit dari timur, harapan sering kali datang dari arah yang tak terduga. Kabupaten Sumbawa, dengan segala pesonanya yang memikat, menyimpan cerita tentang perjuangan masyarakatnya menghadapi keterbatasan. Di desa-desa yang masih bertahan dengan infrastruktur seadanya, di sekolah-sekolah yang dindingnya mulai lapuk dimakan waktu, serta di puskesmas-puskesmas kecil yang kekurangan alat medis, suara kebutuhan terdengar begitu jelas.

Di tengah kegigihan masyarakat untuk bertahan dan berjuang, Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN) tak pernah berhenti mencari jalan. Setiap langkah yang ditempuh bukan sekadar perjalanan, melainkan ikhtiar untuk menghadirkan perubahan nyata. BOAN percaya bahwa pembangunan masyarakat tidak bisa dilakukan sendiri—diperlukan tangan-tangan yang peduli, hati yang mau berbagi, dan kepercayaan bahwa setiap bantuan, sekecil apa pun, dapat menjadi percikan yang menghidupkan nyala perubahan.

Dalam pencarian itu, sebuah jembatan harapan terbentang dari negeri yang jauh, dari bangsa yang telah lama memahami arti ketahanan dan kebangkitan. Jepang, dengan warisan budayanya yang kuat dan nilai kemanusiaannya yang mendalam, membuka ruang untuk membantu mereka yang membutuhkan. Melalui Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects (GGP)—sebuah program bantuan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat akar rumput—Kedutaan Besar Jepang di Indonesia menjalin kemitraan dengan BOAN, menyatukan visi untuk membangun kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Sumbawa.

Kerja sama ini lahir bukan hanya dari angka-angka dan dokumen perjanjian, tetapi dari kesadaran bersama bahwa pembangunan harus menyentuh hati dan kebutuhan nyata masyarakat. Kedutaan Besar Jepang melihat ketulusan BOAN dalam bekerja, melihat semangat masyarakat Sumbawa yang pantang menyerah, dan akhirnya percaya bahwa inilah tempat yang tepat untuk menanam benih kebaikan.

Melalui GGP, bantuan yang diberikan bukan sekadar pembangunan fisik—bukan hanya bangunan sekolah, fasilitas kesehatan, atau penyediaan alat-alat pendukung—tetapi juga tentang membangun harapan, membangkitkan rasa percaya diri masyarakat bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi tantangan hidup.

Dan ketika akhirnya kesepakatan kerja sama itu terjalin, langit Sumbawa seolah bersinar lebih terang. Ini bukan sekadar proyek bantuan, melainkan awal dari perjalanan panjang, di mana dua budaya, dua bangsa, menyatu dalam satu tujuan mulia: menciptakan masa depan yang lebih baik bagi mereka yang selama ini hanya bisa berharap pada takdir.

Dengan langkah mantap, BOAN dan Kedutaan Besar Jepang memulai babak baru ini. Sebab mereka tahu, di setiap desa yang jauh dari hiruk-pikuk kota, di setiap anak yang menggenggam buku lusuhnya, di setiap ibu yang menanti fasilitas kesehatan yang lebih baik, ada kehidupan yang layak diperjuangkan.

Langkah Pertama Menuju Harapan

Di sebuah ruangan sederhana di sudut Sumbawa, tumpukan berkas dan secarik kertas penuh catatan memenuhi meja kerja. Cahaya matahari sore mengintip melalui jendela, menerangi wajah-wajah yang dipenuhi semangat. Di sanalah tim Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN), difasilitasi oleh Mr. Ungang selaku Ketua Yayasan, duduk bersama, merajut impian yang mereka yakini dapat mengubah banyak hal.

Menulis proposal bukan sekadar menyusun kata-kata. Ia adalah perjuangan dalam bentuk lain—menguraikan kenyataan pahit yang dialami masyarakat dalam bahasa yang bisa dimengerti dunia luar. Setiap lembaran yang diketik berisi harapan, setiap angka yang dicantumkan mewakili kebutuhan nyata, dan setiap rencana yang disusun adalah janji untuk membawa perubahan.

BOAN tahu, untuk mewujudkan pembangunan yang lebih baik, mereka harus menggandeng mitra yang memiliki visi yang sama. Itulah sebabnya mereka menyusun proposal ini dengan penuh kesungguhan—agar Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects (GGP) dari Kedutaan Besar Jepang bisa menjadi cahaya baru bagi desa-desa di Sumbawa.

Berhari-hari proposal itu disusun, dikaji, dan diperbaiki. Bukan hanya soal teknis, tetapi juga bagaimana menghadirkan jiwa dalam tulisan. BOAN ingin para pengambil keputusan di Kedutaan Besar Jepang tidak sekadar membaca angka-angka, tetapi dapat merasakan denyut kehidupan masyarakat Sumbawa yang masih terhambat oleh keterbatasan.

Ketika proposal itu akhirnya dikirimkan ke Jakarta, ada perasaan campur aduk di hati mereka. Harapan bercampur dengan kecemasan. Akankah mereka mendengar suara kami? Akankah mereka percaya pada apa yang kami perjuangkan?

Namun, BOAN selalu percaya bahwa setiap langkah yang diambil dengan niat baik akan menemukan jalannya. Dan di balik ketidakpastian, mereka tetap berdoa dan menunggu—sebab mereka tahu, sesuatu yang besar selalu dimulai dari sebuah langkah kecil yang berani.

Melewati Aral, Menggapai Asa

Jalan menuju perubahan tak pernah mudah. Seperti ombak di Laut Sumbawa yang sesekali menggulung tinggi, begitu pula tantangan yang harus dihadapi dalam menjalankan misi kemanusiaan ini. Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN), yang dipimpin oleh Mr. Ungang, telah melangkah dengan keyakinan penuh, namun di hadapan mereka terbentang jalan panjang yang penuh ujian—administrasi yang rumit, koordinasi yang berlapis, serta birokrasi yang menuntut kesabaran.

Dari sejak proposal diajukan, tantangan pertama muncul dalam bentuk dokumen yang harus disempurnakan. Setiap angka harus tepat, setiap program harus terperinci, dan setiap kebutuhan harus dijabarkan dengan jelas. Korespondensi dengan Kedutaan Besar Jepang berjalan intens, terkadang harus bolak-balik direvisi agar sesuai dengan standar internasional.

Belum lagi proses koordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait. BOAN harus memastikan bahwa semua pihak memahami pentingnya proyek ini dan memberikan dukungan yang diperlukan. Dalam beberapa kesempatan, mereka harus duduk berjam-jam dalam pertemuan, meyakinkan para pemangku kepentingan bahwa program ini bukan sekadar proyek bantuan, tetapi investasi jangka panjang untuk kesejahteraan masyarakat.

Di lapangan, tantangan lain menanti. Mengumpulkan data akurat tentang kondisi desa, memastikan transparansi dalam setiap tahap perencanaan, hingga menghadapi prosedur yang kerap kali berjalan lebih lambat dari harapan. Ada saat-saat di mana tim BOAN merasa seolah berjalan di tempat, menghadapi kendala administratif yang tampak seperti tembok besar yang sulit ditembus.

Namun, mereka tidak menyerah. Dengan tekad yang kuat, mereka terus maju, menyelesaikan satu demi satu persyaratan yang diminta. Mereka percaya bahwa birokrasi bukan penghalang, melainkan bagian dari perjalanan yang harus dilalui dengan kesabaran dan ketekunan.

Dan akhirnya, setelah melewati berbulan-bulan perjuangan yang penuh dengan revisi dokumen, negosiasi, dan koordinasi yang tak kenal lelah, secercah cahaya mulai terlihat. Setiap tantangan yang berhasil dilalui bukan sekadar ujian, melainkan bukti bahwa kerja keras dan komitmen mampu menembus segala batas.

Dengan napas panjang, BOAN menatap ke depan. Mereka tahu, jalan ini masih panjang. Namun, mereka juga tahu bahwa setiap langkah yang telah mereka tempuh adalah bagian dari kisah besar tentang keberanian, keteguhan, dan harapan yang tak pernah padam.

Cahaya di Ujung Penantian

Pagi itu, matahari bersinar lebih hangat dari biasanya. Angin yang berembus dari perbukitan Sumbawa seolah membawa bisikan harapan. Di sebuah ruangan kecil, di antara tumpukan berkas yang telah menemani perjalanan panjang, tim Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN) duduk dengan hati berdebar. Semua mata tertuju pada layar komputer, menunggu satu pesan yang dapat mengubah segalanya.

Lalu, bunyi notifikasi email terdengar—suara kecil yang menggema seperti dentang lonceng kemenangan. Dengan tangan sedikit gemetar, Mr. Ungang, Ketua BOAN, mengklik pesan itu. Mata-mata yang menatap layar membulat penuh harap. Dan di sanalah, dalam baris-baris kalimat resmi yang tertulis dengan bahasa yang penuh penghormatan, terselip kabar yang mereka nanti-nantikan:

“Proposal Anda telah disetujui. Program GGP akan mendanai proyek ini untuk mendukung pembangunan masyarakat Sumbawa.”

Lebih dari sekadar proyek bantuan, ini adalah awal dari perubahan besar. Proyek Pengadaan Fasilitas Penggembalaan Ternak Sapi dan Penyelenggaraan Pelatihan bagi Petani Ternak di Pulau Sumbawa, Provinsi NTB, resmi mendapatkan pendanaan sebesar JPY 8,692,630 dari Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects (GGP) Kedutaan Besar Jepang.

Sejenak, ruangan itu hening. Lalu, seperti bendungan yang jebol, sorak kegembiraan pecah. Beberapa orang bersorak, yang lain saling berpelukan, bahkan ada yang tanpa sadar menitikkan air mata. Ini bukan sekadar kemenangan bagi BOAN, tetapi bagi seluruh masyarakat yang telah lama menunggu harapan itu menjadi nyata.

Kabar ini segera menyebar ke pelosok desa. Di rumah-rumah sederhana, di warung-warung kecil, di ladang dan sekolah-sekolah, orang-orang membicarakannya dengan wajah berbinar. Para petani ternak kini melihat masa depan yang lebih menjanjikan—penggembalaan yang lebih layak, ternak yang lebih sehat, dan pengetahuan yang lebih luas tentang cara beternak yang berkelanjutan.

Anak-anak mendengar bahwa orang tua mereka akan mendapat pelatihan agar bisa meningkatkan kesejahteraan keluarga. Ibu-ibu tersenyum karena akan ada sumber pendapatan baru yang lebih stabil. Dan para tetua desa mengangguk penuh syukur, menyadari bahwa perjuangan mereka untuk kehidupan yang lebih layak telah mendapatkan jawaban.

Di setiap sudut desa, harapan itu menjelma menjadi semangat baru. Tidak ada lagi ragu, tidak ada lagi putus asa—yang ada hanya keyakinan bahwa perubahan itu nyata, bahwa ketika niat baik bertemu dengan kesempatan, maka keajaiban dapat terjadi.

Dan di antara mereka, BOAN berdiri tegak, bukan sebagai penyelamat, tetapi sebagai jembatan yang menghubungkan mimpi dengan kenyataan. Mereka tahu, perjalanan ini masih panjang, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Tapi hari itu, di bawah langit biru Sumbawa, satu hal menjadi jelas: masa depan yang lebih baik telah mulai terukir.

Melangkah dengan Keyakinan

Di tengah hiruk-pikuk ibu kota, di sebuah gedung megah yang menjadi pusat kebijakan negara, Mr. Ungang, Ketua Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN), melangkah dengan penuh keyakinan. Di tangannya, terdapat dokumen-dokumen yang bukan sekadar berisi angka atau rencana kerja, tetapi sebuah visi besar untuk masa depan masyarakat petani ternak di Sumbawa. Hari itu, ia membawa sebuah harapan yang harus disampaikan dengan penuh keyakinan—sebuah presentasi penting di hadapan Kepala Pusat Kerja Sama Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia.

Namun, ia tidak sendiri. Dalam ruangan itu, hadir para tokoh penting dari NTB yang turut mendukung proyek ini. Ir. Mukmin, Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sumbawa, dengan pengalaman dan pemahamannya tentang sektor peternakan di daerah, siap memberikan masukan teknis yang diperlukan. Ir. Iskandar dari Bappeda NTB, sebagai perwakilan perencanaan pembangunan daerah, hadir untuk memastikan proyek ini selaras dengan kebijakan pembangunan daerah. Sementara itu, Sudirman, M.Si, Koordinator JICA NTB, turut serta sebagai jembatan komunikasi dengan pihak Jepang, mengingat pengalamannya dalam berbagai kerja sama internasional.

Ruangan pertemuan itu terasa hening ketika Mr. Ungang mulai berbicara. Dengan tenang dan penuh keyakinan, ia menjelaskan bagaimana Proyek Pengadaan Fasilitas Penggembalaan Ternak Sapi dan Penyelenggaraan Pelatihan bagi Petani Ternak di Pulau Sumbawa, Provinsi NTB, dapat membawa perubahan bagi ribuan peternak yang selama ini menghadapi keterbatasan sarana dan pengetahuan. Ia menguraikan betapa lahan gembalaan yang layak dan pelatihan modern sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produktivitas serta kesejahteraan mereka.

Slide demi slide bergulir, menampilkan gambaran nyata kondisi di lapangan—padang penggembalaan yang terbatas, ternak yang kurang terawat, dan keterbatasan akses petani terhadap teknologi beternak yang lebih maju. Namun, dalam setiap tantangan yang dipaparkan, terselip solusi konkret yang telah dirancang dengan cermat oleh BOAN.

“Kami ingin petani ternak di Sumbawa tidak lagi sekadar bertahan, tetapi berkembang,” ungkapnya dengan suara yang tegas. “Kami ingin mereka memiliki akses ke fasilitas yang layak, pelatihan yang berkualitas, dan kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Inilah yang kami perjuangkan melalui proyek ini.”

Para pejabat yang hadir menyimak dengan serius. Beberapa dari mereka mengangguk pelan, mencatat poin-poin penting, sementara yang lain sesekali melemparkan pertanyaan tajam—yang dijawab Mr. Ungang dengan penuh ketenangan dan wawasan mendalam. Ia tahu bahwa rekomendasi dari Pemerintah Indonesia adalah syarat mutlak sebelum proposal ini bisa diteruskan ke Pemerintah Jepang melalui Kedutaan Besar Jepang di Jakarta.

Di sela-sela presentasi, Ir. Mukmin menambahkan pemaparan mengenai kondisi peternakan di Sumbawa, menegaskan bahwa program ini akan sangat membantu meningkatkan kesejahteraan para peternak. Ir. Iskandar menyoroti bagaimana proyek ini sejalan dengan rencana strategis pembangunan NTB, sementara Sudirman, M.Si, memberikan wawasan tentang pentingnya kerja sama internasional dalam pengembangan sektor peternakan di daerah.

Setelah presentasi selesai, suasana ruangan kembali hening. Kepala Pusat Kerja Sama Luar Negeri menatap dokumen di hadapannya, lalu mengangkat wajah dengan ekspresi penuh pertimbangan.

“Ini bukan sekadar proyek, ini adalah investasi bagi masyarakat kita,” katanya akhirnya. “Saya melihat keseriusan dan manfaat nyata dari program ini. Kami akan mengkaji lebih lanjut untuk menerbitkan rekomendasi yang diperlukan.”

Mr. Ungang menghela napas lega. Ia tahu, ini baru satu langkah dari perjalanan panjang yang masih harus ditempuh. Namun, hari itu, di gedung yang menjadi pusat kebijakan negara, ia telah membawa suara masyarakat Sumbawa lebih dekat menuju perubahan yang nyata.

Langkahnya keluar dari ruangan terasa lebih ringan. Di luar, matahari Jakarta bersinar terik, tetapi di dalam hatinya, ada cahaya harapan yang lebih terang—bahwa perjuangan ini semakin dekat menuju keberhasilan.

Laporan Final Persiapan Proyek: Titik Awal Perubahan Besar

*

Di sebuah ruang konferensi yang elegan di Hotel Lombok Raya, Mataram, suasana terasa penuh harap dan antusiasme. Para tamu undangan, mulai dari perwakilan pemerintah daerah, akademisi, hingga mitra internasional, telah berkumpul untuk mendengarkan Laporan Final Persiapan Proyek Pengadaan Fasilitas Penggembalaan Ternak Sapi dan Pelatihan bagi Petani Ternak di Pulau Sumbawa.

Hari itu nanti, tanggal 21 Februari 2012, menjadi momen penting dalam sejarah proyek ini. Setelah melewati serangkaian proses panjang—mulai dari penyusunan proposal, koordinasi dengan berbagai pihak, hingga presentasi di Kementerian Dalam Negeri Jakarta—akhirnya, proyek yang dinantikan masyarakat petani ternak Sumbawa hampir mencapai titik realisasi.

Acara dimulai dengan penyampaian laporan utama oleh Sudirman, M.Si, Koordinator JICA NTB. Dengan suara tegas dan penuh keyakinan, ia menjelaskan secara rinci seluruh proses yang telah dilalui dalam persiapan proyek ini. Ia menguraikan bagaimana kerja sama antara Yayasan BOAN, Pemerintah Daerah NTB, dan Kedutaan Besar Jepang melalui program GGP (Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects) telah sampai pada tahap akhir sebelum pelaksanaan.

“Proyek ini bukan hanya soal pembangunan fasilitas, tetapi tentang membangun masa depan petani ternak di Pulau Sumbawa,” ujar Sudirman, menegaskan komitmen JICA dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia.

*

Setelah itu, Seijun Kikuchi, M.Mc, seorang pakar dari Jepang, turut memberikan pemaparan teknis. Ia menjelaskan bagaimana sistem penggembalaan yang akan dibangun tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan peternak, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan pengalaman luasnya dalam pengelolaan peternakan di Jepang, ia menyampaikan wawasan tentang teknik penggembalaan modern dan pendekatan berkelanjutan yang akan diterapkan dalam proyek ini.

Puncak acara ditandai dengan sambutan dari Kepala Dinas Peternakan NTB, Dr. Syamsul Hidayat Dilaga, M.Si. Dalam pidatonya, ia mengungkapkan rasa syukur dan kebanggaan atas pencapaian yang telah diraih hingga tahap ini.

“Hari ini, kita tidak hanya menyaksikan laporan persiapan, tetapi juga sebuah langkah besar menuju perubahan nyata bagi peternak Sumbawa. Kami juga ingin menginformasikan bahwa hasil presentasi di Kementerian Dalam Negeri Jakarta sangat positif. Pemerintah Indonesia telah memberikan dukungan penuh terhadap proyek ini, yang berarti kelangsungannya semakin terjamin,” ujarnya dengan penuh semangat.

Tepuk tangan meriah memenuhi ruangan, menandai dukungan dan optimisme seluruh peserta yang hadir.

Di penghujung acara, sebuah pengumuman penting disampaikan: Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN) akan segera menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kedutaan Besar Jepang di Jakarta pada tanggal 21 Februari 2012.

Dalam kesempatan ini, ditegaskan bahwa yang wajib hadir dalam acara penandatanganan MoU tersebut adalah Mr. Ungang, Ketua Yayasan BOAN, sebagai perwakilan resmi dari Sumbawa. Jika ada pihak lain yang ingin menyaksikan proses bersejarah ini, mereka diperbolehkan untuk hadir, namun kehadiran mereka bersifat opsional dan tidak diwajibkan.

Dengan pengumuman ini, jelas bahwa proyek ini telah sampai pada titik krusial. Saat acara berakhir, para peserta tidak hanya membawa pulang laporan, tetapi juga harapan besar. Harapan bahwa dengan kolaborasi yang kuat dan kerja keras, peternak di Sumbawa akan mendapatkan masa depan yang lebih baik, lebih sejahtera, dan lebih berdaya.

Hari itu di Mataram, di Hotel Lombok Raya, sebuah babak baru telah dimulai.

Perjalanan dengan Harapan: Menuju Jakarta untuk Sebuah Tanda Tangan Bersejarah

Fajar masih bersembunyi di ufuk timur ketika saya bersiap meninggalkan rumah. Embun pagi menyelimuti tanah, dan gemuruh hujan malam sebelumnya masih menyisakan jejak basah di sepanjang jalan. Hari itu, 21 Februari 2012, adalah hari yang telah lama saya nantikan. Sebuah perjalanan yang bukan sekadar perpindahan jarak, tetapi sebuah langkah menuju harapan besar bagi para peternak di Sumbawa.

Dengan kondisi keuangan yang terbatas, keberangkatan saya ke Jakarta untuk menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Kedutaan Besar Jepang bukanlah perjalanan yang mudah. Dalam keterbatasan, ada satu sosok yang selalu hadir untuk saya—ibu kandung saya di kampung. Beliau yang dengan segala kasih sayangnya memberikan bantuan keuangan dari sedikit yang ia miliki, agar saya bisa melangkah menuju mimpi yang lebih besar.

Pagi itu, sebelum matahari sepenuhnya muncul, ibu mengantar saya dengan penuh doa dan harapan. Kami menempuh perjalanan sejauh 25 kilometer dengan naik ojek, menembus udara dingin yang masih menyisakan sisa hujan. Saya bisa merasakan tangan ibu menggenggam erat pundak saya sesaat sebelum berpisah, seolah ingin memastikan bahwa saya berangkat dengan penuh keyakinan. “Hati-hati di jalan, Nak. Semoga urusanmu dimudahkan,” ucapnya lirih. Kata-kata itu menghangatkan hati saya di tengah derasnya rintik hujan yang masih turun perlahan.

Tepat pukul 08.00 WITA, saya berangkat dari Bandar Udara Sultan Muhammad Kaharuddin, Sumbawa. Pesawat kecil yang membawa saya terbang melintasi lautan dan daratan menuju Bandara Internasional Lombok (BIL) hanya dalam waktu singkat. Transit sebentar, saya kembali melanjutkan perjalanan dengan penerbangan berikutnya. Pukul 09.00 WIB, saya tiba di Jakarta, kota yang hiruk-pikuknya begitu kontras dengan ketenangan kampung halaman.

Karena keterbatasan dana, saya memilih menginap di Masjid Istiqlal, yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai Masjid Gambir, dekat Monumen Nasional (Monas). Masjid ini bukan sekadar tempat ibadah, tetapi juga menjadi tempat berlindung bagi banyak orang yang datang ke Jakarta dengan berbagai tujuan, termasuk saya. Malam itu, saya merebahkan diri di salah satu sudut masjid, beristirahat sambil memikirkan apa yang akan terjadi keesokan harinya.

Saat mentari kembali menyapa Jakarta, saya bersiap menuju Kedutaan Besar Jepang di Jalan M.H. Thamrin No. 24, Jakarta . Dengan hanya mengandalkan ojek, saya menembus kemacetan ibu kota. Hati saya berdebar, bukan karena perjalanan yang sulit, tetapi karena menyadari bahwa saya datang membawa harapan besar bagi para peternak di kampung halaman.

Setiap langkah dalam perjalanan ini bukan hanya tentang saya, tetapi tentang mereka—para petani ternak yang menggantungkan masa depan mereka pada proyek ini. Saya tahu, di balik keterbatasan, ada kekuatan besar yang mendorong saya maju: doa ibu, dukungan masyarakat, dan harapan akan perubahan yang lebih baik.

Hari itu, saya melangkah dengan penuh keyakinan. Jakarta menyambut saya bukan sebagai seorang perantau, tetapi sebagai seseorang yang membawa harapan bagi tanah kelahirannya.

Momen Bersejarah di Kedutaan Besar Jepang: Tanda Tangan MoU untuk Masa Depan Sumbawa

*

Pagi itu, 21 Februari 2012, suasana di Kantor Kedutaan Besar Jepang di Jalan M.H. Thamrin No. 24, Jakarta terasa begitu formal dan penuh kehormatan. Udara Jakarta yang hangat tidak mampu meredam ketegangan yang saya rasakan. Hari ini, saya bukan hanya mewakili diri sendiri, tetapi juga masyarakat petani ternak Sumbawa yang menaruh harapan besar pada proyek yang akan segera dimulai.

Saat saya memasuki ruangan, tujuh lembaga penerima hibah Grassroots Human Security Projects (GGP) dari berbagai provinsi telah hadir tepat pukul 09.00 WIB. Ruangan megah dengan dekorasi sederhana namun elegan mencerminkan keseriusan acara ini. Suasana begitu khidmat, tetapi juga terasa ada antusiasme di antara para penerima hibah.

Sebelum kehadiran Duta Besar Jepang, H.E. Mr. Yoshinori Katori, panitia mengarahkan kami untuk melakukan gladi bersih. Kami diajarkan tata cara penghormatan, penyambutan, serta urutan acara dengan cermat. Semua harus dilakukan dengan rapi dan penuh kesopanan, sebagaimana budaya Jepang yang menjunjung tinggi etika dan kehormatan dalam setiap prosesi resmi.

Lalu, momen yang ditunggu pun tiba. Duta Besar Jepang, H.E. Mr. Yoshinori Katori, akhirnya memasuki ruangan. Dengan penuh wibawa dan senyuman hangat, beliau berjalan menuju tempat yang telah disiapkan. Hadirin berdiri, memberikan penghormatan, dan acara resmi pun dimulai.

Saya adalah orang pertama yang diberikan kesempatan untuk menyampaikan pidato sambutan di mimbar yang telah disediakan. Dengan langkah mantap, saya maju ke depan, menatap hadirin, dan menarik napas dalam. Saya membawa teks pidato yang sebelumnya telah saya serahkan kepada panitia untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Jepang, agar seluruh peserta, termasuk tamu dari Jepang, dapat memahami isi sambutan saya.

Dengan suara mantap, saya membuka pidato dengan salam hormat. Setiap kata yang saya ucapkan membawa harapan besar dari Sumbawa. Saya berbicara tentang perjuangan panjang kami dalam mengusulkan proyek ini, harapan besar masyarakat peternak, serta rasa terima kasih yang mendalam kepada Pemerintah Jepang melalui program GGP.

Selama kurang lebih lima menit, saya berbicara dengan penuh ketulusan. Saya dapat merasakan bahwa setiap kata yang saya ucapkan menggugah perasaan mereka yang hadir. Beberapa tamu dari Jepang mengangguk kecil, menandakan bahwa mereka memahami betapa besar arti proyek ini bagi masyarakat di daerah saya.

Setelah selesai menyampaikan sambutan, saya kembali ke tempat duduk yang telah disediakan. Kursi saya tepat di samping Duta Besar Jepang, Mr. Yoshinori Katori. Saat duduk di sampingnya, saya bisa merasakan kehormatan yang luar biasa. Ini bukan sekadar tanda tangan di atas kertas, tetapi sebuah ikatan kerja sama yang akan membawa manfaat besar bagi petani ternak Sumbawa.

Kemudian, tibalah momen puncak—proses penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU). Saya mengambil pena, menatap dokumen di hadapan saya, lalu dengan penuh keyakinan, saya membubuhkan tanda tangan saya. Klik! Klik! Klik! Kilatan kamera dari berbagai arah langsung mengabadikan momen ini.

Selesai tanda tangan, saya berdiri dan berjabat tangan dengan Duta Besar Jepang, H.E. Mr. Yoshinori Katori. Senyum kami mengembang, menandakan bahwa kerja sama ini telah resmi dimulai. Kami kemudian berfoto bersama, dikelilingi oleh para tamu dan pejabat yang turut menyaksikan momen bersejarah ini.

Hari itu, di dalam ruangan megah Kedutaan Besar Jepang, saya merasakan sesuatu yang lebih besar dari sekadar penandatanganan dokumen. Saya membawa pulang sebuah janji, sebuah harapan, dan sebuah langkah maju bagi petani ternak Sumbawa. Sebuah mimpi yang perlahan mulai menjadi kenyataan.

Kepulangan yang Penuh Haru: Kembali ke Pangkuan Ibu

Usai menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) di Kedutaan Besar Jepang, Jakarta, saya segera bersiap untuk pulang ke tanah kelahiran. Hati saya dipenuhi rasa syukur, kebanggaan, dan harapan besar untuk masa depan masyarakat peternak di Sumbawa. Keberhasilan ini bukan hanya milik saya, tetapi juga milik mereka yang telah berjuang bersama, termasuk Ibu, yang selalu menjadi sumber kekuatan saya.

Setibanya di Sumbawa, saya tidak ingin menunggu lebih lama. Bersama istri dan anak, saya langsung bergegas menuju kampung halaman, Desa Mokong, tempat Ibunda tinggal bersama adik saya. Jaraknya sekitar 25 kilometer dari pusat kota, perjalanan yang cukup jauh, tetapi bagi saya, ini adalah perjalanan pulang ke kehangatan dan doa yang selalu menyertai langkah-langkah saya.

Di sepanjang perjalanan, saya membayangkan bagaimana wajah Ibu saat mendengar kabar baik ini. Ibuku adalah seorang perempuan kuat yang telah melewati banyak ujian hidup. Sejak Ayah meninggal pada tahun 1971, ia membesarkan kami dengan segala keterbatasan, mengajarkan nilai ketekunan dan kejujuran dalam hidup. Saya dan tiga saudara kandung lainnya yang masih hidup adalah bukti perjuangan panjangnya.

Saat tiba di rumah, suasana kampung yang tenang menyambut saya. Langit senja mulai meredup, angin sepoi-sepoi membawa aroma tanah yang khas setelah hujan. Saya melangkah ke dalam rumah dengan hati berdebar. Begitu melihat saya, Ibu langsung bangkit dari duduknya, senyum merekah di wajahnya yang telah dihiasi kerutan penuh makna.

Tanpa banyak kata, saya mendekat, meraih tangannya, dan menciumnya penuh takzim. Matanya berbinar, ada kilauan bahagia yang tak mampu disembunyikan.

“Alhamdulillah, Nak… Berhasil juga,” ucapnya dengan suara penuh haru.

Saya mengangguk, menahan haru yang mulai memenuhi dada. Ibu tidak banyak bertanya tentang prosesnya, karena yang terpenting baginya adalah bahwa anaknya telah berjuang dan membawa pulang kabar baik. Saya menceritakan bagaimana momen tanda tangan MoU berlangsung, bagaimana saya berpidato di depan Duta Besar Jepang, bagaimana kilatan kamera mengabadikan momen itu, dan bagaimana setiap kata dalam sambutan saya menggambarkan harapan besar bagi Sumbawa.

Ibu mendengarkan dengan penuh perhatian, sesekali mengangguk, dan sesekali menyeka sudut matanya yang mulai basah. Baginya, keberhasilan ini bukan hanya kebanggaan, tetapi juga jawaban atas doa-doanya selama ini.

Malam itu, kami duduk di ruang tengah, bercengkerama dalam kehangatan keluarga. Saya merasa pulang ke akar, kembali ke pelukan doa yang selalu menyertai langkah-langkah saya. Tidak ada perayaan mewah, hanya secangkir kopi hangat, obrolan penuh makna, dan tatapan kasih dari seorang ibu yang telah mengajarkan arti perjuangan.

Malam itu, di bawah langit Desa Mokong, saya merasa benar-benar pulang.

Membangun Harapan di Tanah Sumbawa

Di atas hamparan tanah Sumbawa yang luas, di antara perbukitan yang bergelombang dan padang savana yang menguning di bawah terik matahari, para petani ternak telah lama menggantungkan hidup mereka pada alam. Mereka menggembala ternak di ladang-ladang yang terbuka, mengandalkan insting dan kearifan yang diwariskan turun-temurun. Namun, di balik kesetiaan mereka pada alam, tersembunyi tantangan yang semakin berat—minimnya fasilitas, terbatasnya akses air, dan kurangnya pengetahuan dalam pengelolaan ternak secara modern.

Kini, sebuah cahaya harapan mulai menyala. Dengan dukungan dari Program Grant Assistance for Grassroots Human Security Projects (GGP) Kedutaan Besar Jepang, Yayasan Bina Olah Alam Nasional (BOAN) membawa angin perubahan. Sebuah proyek besar pun lahir, bukan hanya sebagai pembangunan infrastruktur, tetapi juga sebagai jembatan bagi masa depan yang lebih cerah bagi para petani ternak.

Lima Titik, Lima Harapan

Kami memulai perjalanan ini dengan memilih lima titik strategis, tempat di mana harapan dan impian masyarakat akan peternakan yang lebih baik tumbuh dan berkembang:

🌾 Di Desa Leeseng, Moyo Hulu, kelompok tani Mitra Abdi kini memiliki kandang komunal yang kokoh, tempat ternak mereka dapat berlindung dari panas terik dan hujan. Sumber air bersih juga kami sediakan, memastikan bahwa kehidupan ternak tetap terjaga, dan mereka tumbuh sehat untuk masa depan yang lebih menjanjikan.

🌿 Di Desa Berare, kelompok tani Ai Treng menyaksikan area penggembalaan yang kini terlindungi pagar, menjaga ternak mereka dari ancaman liar. Sebuah gudang penyimpanan pakan berdiri tegak, memastikan stok makanan ternak selalu tersedia, bahkan di musim kering yang panjang.

🌾 Di Desa Mapin Kebak, kelompok tani Ai Dade mendapatkan fasilitas sanitasi ternak yang modern. Kini, peternakan mereka lebih bersih, ternak lebih sehat, dan hasil panen lebih berkualitas. Para peternak pun dibekali dengan ilmu peternakan berbasis Good Farming Practices (GFP), membekali mereka dengan pengetahuan yang siap mengubah pola beternak mereka ke arah yang lebih baik.

🌿 Di Desa Serading, kelompok tani Bina Bersama menyaksikan lahirnya shelter ternak, memberikan perlindungan bagi ternak mereka dari hujan dan angin malam. Mesin pencacah pakan kini menjadi sahabat mereka, mempermudah pekerjaan dan meningkatkan produktivitas, mengubah kerja keras menjadi hasil yang lebih maksimal.

🌾 Di Desa Rhee, kelompok tani Tiu Asam menyambut hadirnya kawasan hijauan pakan ternak yang tertata rapi. Dengan sistem rotational grazing, kini peternakan mereka menjadi lebih berkelanjutan. Tak hanya itu, mereka juga mendapatkan pelatihan kesehatan ternak, memastikan bahwa setiap ekor sapi yang mereka pelihara tumbuh sehat dan kuat.

Lebih dari Sekadar Infrastruktur

Namun, proyek ini bukan sekadar tentang membangun kandang atau menyediakan air. Lebih dari itu, ini adalah tentang membangun kepercayaan, tentang membentuk generasi peternak yang lebih mandiri, tentang menanam benih harapan yang kelak akan tumbuh menjadi pohon kesejahteraan.

Di setiap senyum para petani yang mengikuti pelatihan, di setiap sorot mata penuh semangat ketika mereka melihat ternak mereka tumbuh lebih sehat, di setiap percakapan hangat di bawah pohon rindang selepas bekerja—kami menemukan alasan mengapa proyek ini begitu berarti.

Kami percaya bahwa perubahan tidak hanya datang dari gedung-gedung tinggi di kota besar, tetapi juga dari ladang-ladang di desa, dari tangan-tangan petani yang tak kenal lelah, dari hati yang percaya bahwa esok akan lebih baik dari hari ini.

Sumbawa kini melangkah ke depan, dan bersama-sama, kita membangun harapan yang tak akan padam. 🌿✨

Menjejak Harapan di Tanah Sumbawa

Di bawah langit biru Sumbawa yang luas, di antara padang hijau yang bergoyang diterpa angin, sebuah babak baru dalam perjalanan peternakan rakyat dimulai. Proyek Pengadaan Fasilitas Penggembalaan Ternak Sapi dan Pelatihan bagi Petani Ternak bukan sekadar program pembangunan, tetapi sebuah gerakan yang menanam ilmu, menumbuhkan harapan, dan memetik masa depan yang lebih sejahtera bagi masyarakat.

Dalam perjalanan implementasi ini, kami tidak sendiri. Mr. Seijun Kikuchi, M.Sc., seorang tenaga ahli dari Japan International Cooperation Agency (JICA), hadir sebagai pemandu yang tak kenal lelah. Beliau bukan hanya seorang ahli, tetapi juga seorang sahabat bagi para petani ternak. Dari hari pertama, ia turun langsung ke lapangan, menjejak tanah yang sama, merasakan tantangan yang dihadapi petani, dan dengan sabar membimbing mereka menuju pola peternakan yang lebih efisien dan berkelanjutan.

Sejak sebelum proyek ini dimulai, Mr. Kikuchi melakukan survei ke setiap lokasi. Ia melihat, mendengar, dan merasakan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan teliti, ia membantu merancang strategi terbaik agar proyek ini tidak sekadar berdiri sebagai infrastruktur, tetapi menjadi ekosistem yang mampu menghidupi dan memberdayakan petani ternak dalam jangka panjang.

Tidak hanya itu, pelatihan demi pelatihan digelar, di mana para petani belajar tentang kesehatan ternak, manajemen pakan, serta teknik pengelolaan yang lebih modern. Mata mereka berbinar, tangan mereka sibuk mencatat, dan hati mereka penuh semangat untuk mengubah cara lama menjadi lebih baik.

Tak kalah penting, pemerintah daerah melalui Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sumbawa turut mengambil peran besar dalam proyek ini. Dengan penuh dedikasi, mereka mengawal setiap tahapan, memberikan pendampingan teknis, serta memastikan bahwa infrastruktur dan program pelatihan berjalan sesuai rencana. Kerja sama antara masyarakat, tenaga ahli JICA, dan pemerintah daerah menjadi jembatan kokoh yang menghubungkan harapan dengan kenyataan.

Kini, di lima titik lokasi yang telah ditetapkan, perubahan nyata mulai terlihat. Kandang-kandang komunal telah berdiri, area penggembalaan lebih tertata, air tersedia lebih mudah, dan para petani kini memiliki keterampilan yang lebih mumpuni dalam mengelola ternak mereka.

Namun, lebih dari sekadar bangunan dan pelatihan, proyek ini telah menanamkan sesuatu yang lebih dalam—keyakinan bahwa dengan ilmu dan kerja sama, sebuah perubahan besar dapat diwujudkan.

Sumbawa kini melangkah dengan lebih percaya diri, karena di setiap kandang yang berdiri kokoh, di setiap petani yang tersenyum penuh harapan, ada bukti bahwa kerja keras dan kebersamaan mampu membawa masa depan yang lebih cerah. 🌿✨

Menantang Rintangan, Merajut Harapan

Di tanah Sumbawa yang luas, di mana hamparan savana membentang hingga cakrawala, perjalanan menuju perubahan tidak selalu mulus. Setiap langkah dalam implementasi proyek ini diiringi oleh tantangan yang menguji kesabaran dan keteguhan hati. Namun, di balik setiap rintangan, ada semangat yang tak pernah surut.

Cuaca yang tak menentu menjadi ujian pertama. Musim penghujan datang dengan derasnya, mengubah jalan setapak menjadi lumpur yang lengket, menghambat kendaraan yang membawa material ke lokasi proyek. Di hari-hari tertentu, hujan turun tanpa henti, memaksa tim untuk menunda pekerjaan. Namun, di sela rinai hujan, semangat tak pernah padam. Setiap jeda digunakan untuk merancang strategi baru, memastikan bahwa begitu cuaca membaik, pekerjaan bisa segera dilanjutkan.

Akses transportasi juga menjadi tantangan tersendiri. Lokasi proyek tersebar di berbagai desa, beberapa di antaranya hanya bisa dijangkau dengan kendaraan roda dua atau berjalan kaki menembus jalan berbatu. Bagi tim yang membawa perlengkapan dan material, setiap perjalanan adalah perjuangan. Kadang, kendaraan harus berhenti di tengah jalan, dan sisanya ditempuh dengan memanggul peralatan seadanya. Meski demikian, tak ada kata menyerah. Dengan langkah tertatih, tim terus maju, karena mereka tahu bahwa setiap peluh yang jatuh adalah bagian dari perjuangan besar ini.

Komunikasi dengan masyarakat lokal juga memerlukan kesabaran dan pendekatan yang bijak. Tidak semua orang langsung menerima gagasan perubahan dengan tangan terbuka. Ada yang ragu, ada yang khawatir, dan ada yang belum sepenuhnya memahami manfaat dari proyek ini. Namun, dengan pendekatan yang penuh kesabaran dan rasa hormat, sedikit demi sedikit kepercayaan mulai terbangun. Diskusi panjang di beranda rumah, obrolan ringan di tengah ladang, hingga duduk bersama dalam musyawarah desa menjadi jembatan yang menghubungkan ide dan harapan.

Meski perjalanan ini penuh tantangan, tidak ada yang lebih indah daripada melihat cahaya optimisme mulai bersinar di mata para petani ternak. Setiap kendala yang terlewati bukanlah hambatan, melainkan pijakan menuju kesuksesan. Dan di ujung jalan berliku ini, ada impian yang semakin nyata—masa depan yang lebih baik bagi petani ternak di Sumbawa. ✨

Ketika Tangan-Tangan Bersatu, Harapan Menjadi Nyata

Di tanah Sumbawa yang kaya akan budaya dan tradisi, semangat gotong royong bukan sekadar kata, melainkan napas kehidupan. Sejak proyek ini dimulai, masyarakat tidak sekadar menjadi penerima manfaat, tetapi turut menjadi pelaku utama dalam setiap tahap pelaksanaannya.

Dari pagi buta, suara cangkul bertemu dengan tanah, palu bertalu-talu di atas kayu, dan tawa riang menggema di tengah kerja keras. Para petani ternak, tanpa diminta, datang dengan semangat membara. Ada yang mengangkut batu, ada yang menyiapkan bambu, ada pula yang membagikan air untuk para pekerja. Semua bahu-membahu, bekerja dengan satu tujuan: membangun masa depan yang lebih baik bagi komunitas mereka.

Di sela-sela kesibukan, canda dan cerita mengalir seperti aliran sungai yang menyejukkan. Para sesepuh desa memberi wejangan, anak-anak berlarian penuh rasa ingin tahu, sementara kaum ibu menyiapkan hidangan sederhana sebagai bentuk dukungan bagi mereka yang bekerja di bawah terik matahari. Dalam kebersamaan itu, proyek ini bukan lagi sekadar pembangunan fisik, melainkan simbol dari tekad dan persatuan.

Tidak ada perbedaan jabatan atau status sosial. Semua berdiri sejajar, berbagi beban dan tanggung jawab. Setiap tiang yang ditegakkan, setiap atap yang dipasang, adalah wujud dari kerja keras bersama.

Dan ketika akhirnya kandang-kandang komunal mulai berdiri kokoh, padang penggembalaan siap digunakan, dan pelatihan berlangsung dengan antusiasme tinggi, ada kebanggaan yang tak terucap di mata setiap orang. Mereka tahu, ini bukan hanya hasil dari bantuan luar, tetapi juga buah dari kerja keras mereka sendiri.

Gotong royong telah menjadikan proyek ini lebih dari sekadar pembangunan infrastruktur—ia telah menjadi warisan kebersamaan, sebuah bukti bahwa ketika tangan-tangan bersatu, tidak ada mimpi yang terlalu jauh untuk diraih.

Jejak Diplomasi di Tanah Sumbawa: Kunjungan Perwakilan Kedutaan Besar Jepang

Seperti benih yang ditanam dengan harapan besar, proyek ini tumbuh dalam tiga tahapan penting. Setiap kunjungan dari perwakilan Kedutaan Besar Jepang adalah saksi bisu perjalanan panjang penuh kerja keras, dari langkah awal hingga saat-saat kemenangan.

Tahap Pertama: Memulai Perjalanan

Ketika proyek baru dimulai, tanah Sumbawa masih menyimpan banyak pertanyaan—akankah ini berhasil? Dapatkah harapan yang ditanam tumbuh subur? Pada tahap awal ini, Kenji Niwa, perwakilan dari Seksi Grassroots Kedutaan Besar Jepang, datang untuk melakukan monitoring dan evaluasi (monev) pertama.

Di bawah terik matahari, ia berjalan di antara lahan yang masih kosong, mendengarkan pemaparan tim Yayasan BOAN, berbincang dengan para petani ternak yang penuh semangat, serta menyaksikan langsung bagaimana fondasi proyek mulai diletakkan. Dengan mata penuh perhatian, ia mengamati peta rencana pembangunan, mendengarkan harapan masyarakat, dan memastikan bahwa semua berjalan sesuai rencana.

Hari itu, angin kepercayaan mulai berhembus, membawa optimisme bahwa bantuan yang diberikan benar-benar akan mengakar kuat di tanah ini.

Tahap Kedua: Tumbuh dan Berkembang

Beberapa bulan berlalu, proyek mulai menunjukkan wujudnya. Yamada Fuminori, juga dari Seksi Grassroots, datang dalam monev tahap kedua, melihat bagaimana impian yang dulu hanya berupa sketsa kini menjelma menjadi bangunan nyata.

Ia mengunjungi kandang komunal yang hampir rampung, menyaksikan para peternak yang semakin terampil setelah mengikuti pelatihan, serta mendengar langsung kesaksian masyarakat tentang bagaimana proyek ini telah memberi harapan baru bagi mereka. Dari tanah kosong yang dulu penuh tantangan, kini berdiri harapan yang kokoh.

Yamada Fuminori menyampaikan apresiasi atas kerja keras semua pihak, mengingatkan bahwa setiap tantangan adalah bagian dari perjalanan, dan bahwa proyek ini bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga tentang membangun kemandirian.

Tahap Ketiga: Menuju Keberlanjutan

Akhirnya, setelah melalui perjalanan panjang penuh dedikasi, proyek ini mencapai puncaknya. Yamada Fuminori kembali ke Sumbawa, kali ini bersama Ushio (Wakil Duta Besar Jepang) dan Naoi, untuk menghadiri acara peresmian dan penandatanganan prasasti.

Hari itu menjadi hari yang bersejarah. Masyarakat berkumpul dengan penuh kebanggaan, para petani ternak berdiri tegap di samping hasil kerja keras mereka. Spanduk terpasang, bendera berkibar, dan suasana penuh syukur menyelimuti lokasi proyek.

Dalam upacara yang khidmat, prasasti proyek ditandatangani, menjadi simbol bahwa kerja keras telah membuahkan hasil, bahwa kolaborasi lintas negara telah menghadirkan perubahan nyata. Ushio, dengan penuh penghormatan, menyampaikan apresiasi atas semangat masyarakat dalam menjalankan proyek ini.

Sorak sorai bergema, tepuk tangan membahana, dan dalam tatapan penuh haru, masyarakat tahu bahwa proyek ini bukan hanya tentang pembangunan fisik, tetapi juga tentang persahabatan, kepercayaan, dan harapan yang tak akan pernah pudar.

Hari itu, langit Sumbawa menjadi saksi bahwa ketika kerja keras dipadukan dengan niat baik, tak ada mimpi yang mustahil untuk diwujudkan. 🌿✨

Serah Terima Proyek: Sebuah Awal Baru untuk Masa Depan

Mentari pagi di Sumbawa bersinar lembut, menyapu hamparan hijau yang kini berdiri lebih kokoh dari sebelumnya. Hari itu, bukan sekadar hari biasa—hari itu adalah hari bersejarah, hari di mana proyek yang telah diperjuangkan dengan keringat, doa, dan kerja keras selama berbulan-bulan akhirnya resmi diserahkan kepada masyarakat dan pemerintah daerah.

Di tengah lapangan luas, tempat di mana kandang komunal telah berdiri megah, masyarakat berkumpul. Para petani ternak, para pemimpin desa, perwakilan Yayasan BOAN, pemerintah daerah, serta perwakilan Kedutaan Besar Jepang hadir bersama dalam satu tujuan: merayakan hasil dari sebuah perjuangan panjang.

Sehelai kain putih yang menutupi prasasti perlahan ditarik. Di atas batu prasasti itu, tertulis dengan jelas nama proyek, nama para pihak yang telah berjuang, dan yang paling penting, sebuah pesan bahwa ini adalah bantuan dari hati, bukan sekadar bantuan material, melainkan sebuah harapan yang ditanam untuk keberlanjutan kehidupan.

Ketika prosesi serah terima dimulai, Ketua Yayasan BOAN, Mr. Ungang, maju ke depan. Dengan suara penuh kehangatan, ia menyampaikan bahwa proyek ini kini berada di tangan masyarakat—bahwa keberlanjutan dan manfaatnya tergantung pada bagaimana mereka menjaga dan merawatnya.

Dokumen serah terima berpindah tangan, dari Yayasan BOAN kepada pemerintah daerah dan kelompok tani. Saat pena menyentuh kertas, bukan hanya tanda tangan yang tertulis, tetapi juga komitmen, janji, dan tanggung jawab bersama.

Reaksi Masyarakat: Syukur dan Harapan

Seorang peternak dari Kelompok Tani “Mitra Abdi”, dengan mata berkaca-kaca, maju dan menggenggam mikrofon. Suaranya sedikit bergetar, tetapi penuh ketulusan.

“Kami bukan siapa-siapa, kami hanya petani ternak kecil yang selama ini bekerja dengan cara seadanya. Tetapi hari ini, kami merasa dihargai, diperhatikan, dan diberi kesempatan untuk berkembang. Bantuan ini bukan hanya sekadar kandang atau pelatihan, tetapi juga harapan bagi masa depan kami dan anak-anak kami.”

Sorak sorai memenuhi udara, beberapa orang menepuk pundak satu sama lain, sementara beberapa lainnya mengusap mata yang basah oleh haru. Para ibu tersenyum bangga, anak-anak berlari riang di sekitar, dan para petani memandang kandang komunal mereka dengan rasa memiliki yang semakin kuat.

Seorang pemuda dari kelompok tani “Ai Dade” Dusun Ai Jati Desa Mapin Kebak berbisik pelan, “Ini bukan akhir, ini adalah awal dari perjalanan baru.”

Dan benar, hari itu bukanlah titik akhir, melainkan awal dari sebuah tanggung jawab besar, sebuah amanah yang akan diteruskan dari generasi ke generasi. Di bawah langit biru Sumbawa, di antara rerumputan yang hijau, benih harapan telah tumbuh menjadi pohon kehidupan. 🌿✨

Sebuah Warisan yang Terus Hidup

Waktu berlalu, musim berganti. Langit Sumbawa yang dulu menjadi saksi awal perjuangan kini menyaksikan hasil nyata dari kerja keras bersama. Proyek yang dahulu hanya sebuah rencana kini telah menjelma menjadi kekuatan yang mengubah kehidupan.

Kandang-kandang komunal yang dulu hanya kerangka kini penuh dengan kehidupan. Sapi-sapi tumbuh sehat, hasil peternakan meningkat, dan roda ekonomi masyarakat berputar lebih cepat. Pelatihan yang diberikan oleh para ahli telah membuka wawasan para petani ternak, membuat mereka lebih mandiri dalam mengelola usaha, lebih percaya diri dalam menghadapi tantangan, dan lebih siap untuk masa depan yang lebih baik.

Di desa-desa yang menjadi lokasi proyek, perubahan tidak hanya terlihat dari segi infrastruktur, tetapi juga dari semangat masyarakatnya. Gotong royong semakin kuat, keterampilan baru terus diasah, dan yang terpenting, harapan yang dulu samar kini bersinar lebih terang.

Seorang peternak dari Kelompok Tani “Ai Treng” tersenyum bangga ketika menceritakan bagaimana hasil ternaknya kini bisa membantu menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi. Seorang ibu di Desa Serading berkata dengan mata berbinar, “Sekarang kami punya masa depan, bukan hanya bertahan hidup, tapi berkembang.”

Namun, sebuah proyek tidak hanya diukur dari hasil akhirnya, tetapi juga dari bagaimana ia bisa bertahan dalam jangka panjang. Keberlanjutan adalah tantangan berikutnya.

Harapan untuk Masa Depan

Di balik pencapaian ini, ada satu harapan besar: bahwa kerja sama dan kebersamaan ini tidak berhenti di sini. Bahwa sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah, Yayasan BOAN, dan Kedutaan Besar Jepang bisa terus berlanjut dalam bentuk lain, dalam proyek lain, dalam kesempatan lain.

Mr. Ungang, sebagai Ketua Yayasan BOAN, berdiri di tengah hamparan hijau, memandang jauh ke cakrawala Sumbawa. Di sana, ia tidak hanya melihat padang rumput atau gunung-gunung yang membiru. Ia melihat masa depan—masa depan di mana masyarakat bisa terus tumbuh, di mana kemitraan terus terjalin, di mana harapan tidak akan pernah pudar.

“Kami percaya, proyek ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan panjang. Kami percaya, jika kita terus bersama, tidak ada yang mustahil. Kita sudah membuktikannya sekali, dan kita bisa melakukannya lagi.”

Di bawah langit yang luas, di tanah Sumbawa yang subur, benih perubahan telah tumbuh. Dan selama ada tangan-tangan yang merawatnya, selama ada hati yang terus percaya, warisan ini akan terus hidup. 🌿✨

Sekian da Terima Kasih

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!
Scroll to Top