Oleh: Muhammad Ungang
Pegiat OpenSID Kabupaten Sumbawa
Di setiap zaman, selalu ada fase di mana manusia berjalan dalam kegelapan: gelap karena kebodohan, gelap karena ketertindasan, gelap karena tidak adanya akses pada ilmu pengetahuan, keadilan, dan kemajuan. Namun sejarah juga mencatat, bahwa setiap zaman gelap selalu melahirkan cahaya. Cahaya itu datang dalam rupa utusan, pemikir, dan kini—teknologi.
Cahaya Pertama: Rasulullah SAW dan Cahaya Kenabian
Empat belas abad lalu, Jazirah Arab berada dalam masa kelam. Praktik jahiliyah merajalela, perempuan dipandang rendah, kekerasan menjadi budaya, dan akal dikalahkan oleh hawa nafsu. Pada masa itulah Allah mengutus Nabi Muhammad SAW sebagai cahaya bagi umat manusia. Al-Qur’an menyebutnya sebagai sirajan munira—pelita yang menerangi dunia.
Melalui dakwah, ilmu, dan akhlak mulia, Rasulullah SAW membimbing umat manusia keluar dari kegelapan menuju terang benderang. Firman Allah:
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya.”
(QS. Al-Baqarah: 257)
Misi kenabian ini bukan hanya untuk umat Arab, tetapi untuk seluruh umat manusia, lintas waktu dan peradaban. Sebuah cahaya yang hingga kini terus menuntun jalan umat menuju kehidupan yang beradab, adil, dan berilmu.
Cahaya Kedua: Kartini dan Terang Emansipasi.
Berabad kemudian, di tanah Jawa, seorang perempuan muda bernama Raden Ajeng Kartini menyuarakan kegelisahannya atas nasib kaum perempuan yang dibelenggu oleh adat, sistem pendidikan tertutup, dan struktur sosial yang timpang. Dalam surat-suratnya kepada sahabatnya di Belanda, Kartini menuliskan harapan besar: agar perempuan Indonesia bisa berpikir bebas, belajar, dan menjadi pelita di tengah keluarganya.
“Habis gelap, terbitlah terang” menjadi warisan abadi Kartini. Bukan hanya sebagai ungkapan sastra, tetapi sebagai semangat perjuangan. Kartini membawa cahaya pemikiran baru—bahwa perempuan layak untuk maju, sejajar dalam martabat, dan berperan aktif dalam membangun bangsa
Cahaya Ketiga: OpenSID dan Terangnya Desa Digital
Kini kita hidup di zaman yang terang, tetapi masih banyak sudut gelap yang tersembunyi—terutama di desa. Kegelapan informasi, keterbatasan data, pelayanan publik yang lambat, dan sistem administrasi yang masih manual menjadi tantangan baru.
Namun cahaya selalu datang dalam bentuk baru. OpenSID, sistem informasi desa berbasis digital, hadir sebagai jawaban zaman. Ia adalah cahaya teknologi yang menuntun desa-desa menuju era baru: era transparansi, partisipasi, dan pelayanan publik yang cepat dan akurat.
Dulu, surat menyurat dan data kependudukan harus ditulis tangan. Kini cukup dengan sekali klik, data warga, layanan surat, hingga laporan keuangan desa bisa diakses dengan mudah dan terbuka. OpenSID bukan hanya perangkat lunak, tetapi peradaban baru yang mengangkat martabat desa.
Penutup: Satu Jalan, Tiga Cahaya
- Rasulullah SAW membawa kita keluar dari gelapnya akidah menuju cahaya keimanan.
- RA Kartini membawa perempuan dari kegelapan sosial menuju terang kesetaraan.
- OpenSID membawa desa dari manual yang lambat menuju digital yang transparan.
Tiga zaman. Tiga tokoh. Tiga cahaya. Satu tujuan: membebaskan manusia dari kegelapan menuju kehidupan yang lebih terang, berdaya, dan bermartabat.
Hari ini, kita adalah pelanjut cahaya.
Bukan lagi dengan pedang atau pena saja—tetapi juga dengan teknologi, kolaborasi, dan cinta pada perubahan.